Potret Intensnya Luka Pada Korban Persekusi Digital
Budi Pekerti, siap tayang secara luas di bioskop-bioskop tanah air pada 2 November mendatang. Film terbaru besutan sutradara Wregas Bhanuteja ini sicbo online sebelumnya telah menggelar penayangan dunia di Toronto International Film Festival.
Budi Pekerti film yang menggambarkan fenomena persekusi digital lewat tokoh seorang guru BK dan keluarganya. Hanya karena pertengkaran di pasar yang viral di media sosial, tokoh guru bernama Bu Prani (Sha Ine Febriyanti) harus menghadapi berbagai masalah yang tak terbayangkan sebelumnya.
Bu Prani menjadi tokoh sentral dalam cerita, di samping suami yang diperankan Dwi Sasono dan dua anaknya yang diperankan Angga Yunanda dan Prilly Latuconsina. Lewat perjalanan konflik yang menimpa Bu Prani, penonton diajak untuk menyusuri dinamika perasaan dan pikiran seorang manusia saat dihadapkan dengan persekusi digital.
Sha Ine Febriyanti, sang pemeran utama mengatakan, Budi Pekerti dan tokoh Bu Prani memotret dinamika itu dengan subtil. Lewat film ini, ia mengaku merasa terhormat bisa berperan, merasakan pengalaman baru memerankan tokoh dengan gejolak perasaan yang begitu kompleks.
Videonya yang viral saat bertengkar dengan penyerobot antrian di pasar, membawa Bu Prani ke berbagai masalah. Mulai dari ancaman hilangnya pekerjaan di sekolah, perpecahan keluarga, hingga gejolak perasaannya yang intens sebagai guru, ibu dan juga seorang manusia.
Sampai pada suatu titik, hal itu membuat Bu Prani mempertanyakan nilai dan segala yang ia yakini sebagai ‘yang baik’ selama ini.
“Saya sebagai aktor melihat ini menantang saya yang selama ini yang biasa bermain dalam proyeksi besar, kali ini harus bermain dengan intens dan subtil kayak karakter in,” ungkap Ine dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (30/10).
Tak hanya Ine, Prilly Latuconsina pun mengungkapkan arti keterlibatannya di film panjang kedua Wregas Bhanuteja ini. Karena cerita yang hadir memotret dari dekat perasaan tokoh-tokohnya, Prilly mengaku banyak belajar lagi tentang keaktoran di film ini.
Prilly mengaku menjalani proses yang cukup panjang untuk bisa membawakan peran Tita, anaknya Bu Prani. Mulai dari belajar berbahasa Jawa hingga mengeksplorasi seni aktor watak secara mendalam.
“Aku biasanya orangnya meledak, eksplosif, mudah banget nangis. Nah di sini itu aku orangnya mendam. Itu susah banget,” tuturnya.
Wregas Bhanuteja sendiri menyebut Budi Pekerti mengambil inspirasi dari fenomena persekusi digital yang mencuat sejak masa pandemi. Ia melihat ada banyak kasus viral yang menggelisahkan baginya sebagai seorang kreatif.
Korban Persekusi Digital
Terutama terkait budaya ‘cancel’ yang seringkali dilakukan netizen tanpa merasa perlu tahu lebih jauh tentang latar belakang atau kebenaran di balik sebuah video viral. Itu sudah jadi fenomena, tapi Wregas mencoba menggambarkannya dengan apik lewat film Budi Pekerti.
Jadi itu menggelisahkan buat saya karena netizen dengan mudah sekali menghakimi seseorang hanya dari 15 detik video vertikal tersebut, tanpa mereka tahu latar belakang mereka marah itu apa,” ujar Wregas.
Film Budi Pekerti menjadi persembahan yang segar dari Wregas Bhanuteja, dan akan memberi warna tersendiri bagi industri perfilman Indonesia hari ini. Jika di film pertamanya, Penyalin Cahaya, Wregas mengeksplorasi isu kekerasan seksual, maka di film kedua ini ia menghadirkan topik yang lebih membumi lagi, sangat dekat dengan keseharian banyak orang, khususnya ‘publik media sosial’.
Aktor Dwi Sasono yang berperan sebagai suami Bu Prani, bernama Pak Didit, menyebut Budi Pekerti adalah benar-benar pelajaran budi pekerti. Artinya, film ini menurutnya membawa pesan penting agar masyarakat bisa bersikap lebih positif dalam bermedia sosial.
Bahwa “bukan dengan senjata, tapi ujung jari kita bisa mengubah hidup orang” hanya karena suatu tayangan viral yang belum terbukti kebenarannya.
Film Budi Pekerti telah menjalani serangkaian penayangan internasional maupun di skala nasional. Film ini menjadi pembuka pada Jakarta Film Week 2023 yang dihelat pada 25-29 Oktober lalu.
Komentar Terbaru